Mengapa Depresi dan Sedih Muncul saat Menyapih si Kecil?

20-09-2024

Mengapa Depresi dan Sedih Muncul saat Menyapih si Kecil?

Menyapih adalah tahap alami dalam pertumbuhan anak. Namun, terkadang proses menyapih ternyata bisa memicu perasaan sedih dan bahkan depresi pada beberapa ibu. Tak hanya itu, kondisi emosional sang Ibu juga akan memengaruhi kondisi emosional anak, sehingga terkadang ada anak depresi karena orang tua. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Yuk, kita bahas lebih dalam!
 

1. Perubahan Hormon Sebelum dan Sesudah Menyusui

Proses menyusui melibatkan perubahan hormon yang signifikan dalam tubuh ibu. Saat menyusui berhenti, perubahan hormon pun muncul yang bisa saja terjadi karena Mama kelelahan mengurus bayi baru lahir, sehingga membutuhkan waktu dan energi yang sangat besar. Kurang tidur dan kelelahan pun dapat menyebabkan perubahan hormon dan meningkatkan risiko depresi. Beberapa kondisi medis, seperti anemia atau hipotiroidisme, bisa memperburuk gejala depresi pada ibu menyusui.
 

2. Identitas Diri

Bagi banyak ibu, menyusui menjadi bagian penting dari identitas diri mereka. Ketika proses menyusui berakhir, mereka mungkin merasa kehilangan sebagian dari diri mereka. Hal ini juga bisa terjadi pada Mama, lho. Seperti ada indikasi muncul kecemasan tentang kemampuan diri sebagai seorang ibu, kesehatan bayi, dan masa depan yang dapat memicu depresi. Selain itu, pada sebagian ibu, muncul perasaan bersalah karena tidak dapat memberikan yang terbaik untuk bayi atau karena harus kembali bekerja.
 

3. Ketakutan akan Perubahan

Menyapih juga menandakan sebuah perubahan besar dalam kehidupan anak. Tak jarang, Mama merasa khawatir tentang bagaimana anak akan beradaptasi dengan perubahan ini. Terlebih, terkadang ada stigma negatif terhadap Mama jika memutuskan menyapih lebih awal, yang kemudian bisa membuat Mama merasa bersalah dan tidak percaya diri.
 

4. Tekanan Budaya dan Sosial

Tekanan dari lingkungan sekitar untuk segera menyapih juga bisa menjadi pemicu stres. Keluarga atau teman sering kali memiliki ekspektasi tinggi terhadap Mama yang menyusui, bahwa Mama harus selalu bisa memberikan ASI eksklusif hingga usia tertentu. Tekanan ini bisa menimbulkan stres dan perasaan bersalah jika tidak tercapai.
 

5. Kurangnya Dukungan Sosial

Tidak semua ibu-ibu memiliki lingkungan yang mendukung penuh untuk proses menyusui. Kurangnya dukungan dari keluarga, teman, atau pasangan bisa membuat Mama merasa terisolasi dan rentan terhadap depresi.
 

Menjalani Proses Menyapih dengan Lebih Baik

Saat Mama mengalami depresi di momen-momen menyapih, bisa saja suasana emosional di rumah cenderung menjadi lebih negatif. Hal ini bisa menjadikan anak depresi karena orang tua secara langsung maupun tidak langsung. Seperti adanya gangguan ikatan emosional, perubahan pola tidur dan makan, serta perkembangan sosial dan emosional yang terhambat. Namun, Mama dapat mencoba beberapa tips di bawah ini untuk mengatasi perasaan sedih dan depresi saat menyapih:

1. Persiapan Mental dan Fisik yang Matang

Menyapih bukan hanya keputusan, tapi juga perjalanan emosional. Sebelum memulai, siapkan diri Mama secara mental dan emosional. Berbagi dengan pasangan dan keluarga juga penting karena dapat memberi Mama kekuatan, lho. Jaga kesehatan tubuh dengan istirahat cukup, makan makanan bergizi, dan olahraga teratur, ya, Ma!
 

2. Proses Bertahap dan Dukungan Lingkungan

Menyapih secara bertahap akan membuat prosesnya lebih nyaman bagi Mama dan si Kecil. Jangan ragu untuk mencari dukungan dari komunitas ibu menyusui atau komunitas lainnya. Berbagi pengalaman dengan ibu-ibu lain dapat memberikan Mama semangat dan informasi yang berharga.
 

3. Terima Perubahan dan Atur Ekspektasi

Mama harus menerima bahwa perubahan ini adalah hal yang wajar dan jangan terlalu membebani diri dengan ekspektasi yang tidak realistis. Setiap ibu dan anak memiliki ritme yang berbeda. Jika Mama merasa kesulitan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter atau psikolog. Ingat, Mama tidak sendirian dalam perjalanan ini.

Depresi dan perasaan sedih saat menyapih adalah hal yang umum terjadi dan tidak perlu ditanggung sendirian. Bicarakan perasaan Mama dengan Papa atau keluarga. Mama juga bisa berkonsultasi dengan dokter atau psikolog untuk mendapatkan dukungan profesional. Dengan dukungan yang tepat, Mama bisa melewati masa transisi ini dengan lebih baik.