Mitos vs. Fakta Maloklusi pada Anak

14-10-2024

Mitos vs. Fakta Maloklusi pada Anak

Hai, Ma! Pernah dengar tentang maloklusi gigi? Maloklusi gigi merupakan kondisi ketika susunan gigi tidak sejajar dengan benar, Ma, sehingga bisa memengaruhi cara anak menggigit atau mengunyah makanan. Kasus maloklusi gigi di Indonesia seringkali dianggap sepele. Padahal, angka kejadian maloklusi gigi pada anak-anak cukup tinggi, sekitar 20-30% dari populasi anak di berbagai negara mengalami kondisi ini.

Pada artikel ini, kita akan membahas mitos dan fakta tentang maloklusi pada anak agar Mama lebih paham dan dapat mengambil langkah yang tepat untuk kesehatan gigi si Kecil.


Mitos 1: Maloklusi Hanya Masalah Penampilan, Tidak Perlu Khawatir

Padahal, maloklusi gigi bukan hanya soal penampilan, Ma. Meski gigi yang tidak rata bisa memengaruhi senyum anak, masalah ini juga bisa berdampak pada kesehatan mulut dan keseluruhan. Menurut Journal of Clinical Orthodontics, maloklusi bisa mempengaruhi cara anak menggigit dan mengunyah makanan, serta berpotensi menyebabkan masalah gigi dan gusi di kemudian hari. Jadi, penting untuk memperhatikan dan menangani masalah ini sejak dini.

Mitos 2: Maloklusi Hanya Masalah Estetika

Maloklusi gigi tidak hanya soal penampilan. Meskipun gigi yang tidak rata bisa mempengaruhi senyum anak, masalah ini juga bisa berdampak pada kesehatan mulut secara keseluruhan. Menurut American Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics, maloklusi dapat menyebabkan masalah dalam menggigit, mengunyah, bahkan berbicara. Selain itu, posisi gigi yang tidak ideal bisa meningkatkan risiko masalah gigi lainnya, seperti gigi berlubang dan penyakit gusi.
 

Mitos 3: Maloklusi Hanya Bisa Diobati dengan Pemakaian Behel

Meskipun pemakaian behel adalah salah satu metode umum untuk mengatasi maloklusi gigi, bukan berarti itu satu-satunya solusi. Ada berbagai cara lain untuk menangani maloklusi, termasuk penggunaan alat ortodontik yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak. Beberapa kasus mungkin memerlukan tindakan bedah jika masalahnya lebih kompleks, tetapi banyak yang bisa diatasi dengan metode non-bedah.
 

Mitos 4: Maloklusi Hanya Terjadi Pada Anak yang Terlalu Banyak Mengunyah Permen

Ternyata, penyebab maloklusi bisa bervariasi, termasuk faktor genetik, pertumbuhan rahang yang tidak normal, atau kebiasaan seperti mengisap jari. Menurut Journal of Clinical Orthodontics, faktor genetik memiliki peran besar dalam perkembangan maloklusi. Jika salah satu atau kedua orang tua memiliki masalah serupa, kemungkinan anak pun juga mengalami. Jadi, meski perawatan makanan penting, penyebab maloklusi jauh lebih kompleks.
 

Mitos 5: Hanya Anak yang Memiliki Gigi Rata yang Perlu Perawatan Ortodontik

Setiap anak, terlepas dari apakah mereka memiliki gigi rata atau tidak, dapat memerlukan evaluasi ortodontik. Penilaian awal bisa membantu mendeteksi masalah sejak dini dan menentukan apakah perlu penanganan lebih lanjut. Menurut American Association of Orthodontists, evaluasi ortodontik dianjurkan pada anak usia 7 tahun untuk memastikan bahwa pertumbuhan gigi dan rahang anak berjalan dengan baik.

Nah, dengan informasi yang benar, Mama dapat mengambil langkah yang tepat untuk memastikan kesehatan gigi anak tetap terjaga. Jika Mama khawatir tentang maloklusi atau masalah gigi lainnya, konsultasikan dengan dokter gigi atau ortodontis untuk mendapatkan penanganan yang tepat, ya.