27-08-2024
Perilaku Orang Tua yang Bisa Memicu Trauma pada Anak
Masa kecil adalah periode penting dalam kehidupan anak Mama karena dapat membentuk karakter dan kepribadian mereka di masa depan. Namun, terkadang tanpa disadari, beberapa perilaku yang mungkin dianggap biasa oleh orang tua, ternyata bisa memicu trauma psikologis pada anak.
Wah, mengapa bisa terjadi seperti itu, ya? Yuk, kita bahas bersama, Ma!
1. Kekerasan Fisik dan Verbal
Perlakuan yang keras, baik secara fisik maupun kata-kata, dapat berdampak pada trauma. Di Indonesia, hukuman fisik seperti dipukul atau dijewer terkadang dianggap sebagai cara mendisiplinkan anak. Begitu juga dengan teriakan atau makian yang bisa meninggalkan luka emosional mendalam pada anak.
Contoh kasus: Seorang anak yang sering dipukul atau dimarahi dengan kata-kata kasar mungkin akan tumbuh dengan rasa takut, rendah diri, atau bahkan agresif terhadap orang lain.
2. Pengabaian Emosional
Hal ini terjadi ketika orang tua tidak memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup pada anak. Dalam budaya kerja keras di Indonesia, seringkali orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga mengabaikan kebutuhan emosional anak.
Anak yang merasa diabaikan mungkin merasa tidak berharga dan kesepian, yang bisa memicu trauma psikologis pada anak seperti depresi dan kecemasan di kemudian hari.
3. Tuntutan Berlebihan
Terkadang, orang tua memiliki harapan terlalu tinggi atau tuntutan berlebihan terhadap prestasi anak, sehingga menyebabkan tekanan yang luar biasa. Di Indonesia, fenomena ini sering terjadi pada anak pertama dalam keluarga atau anak yang dipaksa untuk selalu mendapatkan nilai sempurna dalam berbagai bidang.
Hal ini dapat membuat anak merasa stres, cemas, dan kehilangan minat untuk belajar atau mengejar hobi mereka sendiri, lho, Ma.
4. Ketidakstabilan Emosional Orang Tua
Orang tua yang sering menunjukkan emosi yang tidak stabil, seperti sering bertengkar di depan anak, bisa memberikan dampak negatif. Di Indonesia, perselisihan dalam rumah tangga sering kali menjadi tontonan anak-anak, yang kemudian bisa menimbulkan rasa tidak aman.
Jika anak tumbuh di lingkungan keluarga yang tidak stabil, mungkin mengalami masalah kepercayaan, ketidakpastian emosional, dan kesulitan dalam menjalin hubungan di masa depan.
5. Kurangnya Komunikasi
Komunikasi yang buruk atau minim antara orang tua dan anak bisa menyebabkan kesalahpahaman dan perasaan tidak dipahami. Di Indonesia, komunikasi terbuka antara orang tua dan anak seringkali masih dianggap tabu atau kurang penting.
Anak yang tidak merasa didengar atau dipahami oleh orang tua mungkin akan menarik diri dan merasa kesepian, yang dapat memicu masalah perilaku atau kesulitan dalam mengungkapkan perasaan.
1. Berikan Kasih Sayang secara Konsisten
Tunjukkan cinta dan perhatian setiap hari melalui kata-kata dan tindakan, ya, Ma.
2. Respon Kebutuhan Emosional Anak
Dengarkan dan tanggapi kebutuhan emosional anak dengan penuh perhatian. Mama juga dapat bersikap lebih suportif dan yakinkan anak bahwa dia tidak perlu merasa bersalah atau buruk atas perasaan atau pikiran apa pun.
3. Berikan Pujian dan Dorongan
Hargai usaha dan pencapaian anak sekecil apapun itu untuk membangun rasa percaya diri mereka.
4. Ciptakan Lingkungan yang Tenang
Hindari pertengkaran di depan anak dan ciptakan lingkungan rumah yang harmonis.
Menyadari perilaku yang dapat memicu trauma psikologis pada anak adalah langkah awal yang penting untuk mencegah dampak jangka panjang yang merugikan. Mama dan Papa perlu belajar untuk lebih bijak dalam mendidik dan berinteraksi dengan anak-anak kesayangan, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi individu yang sehat secara fisik dan emosional.